Setelah saya menyajikan artikel tentang bagaimana peran keluarga dalam pendidikan, Anda dapat melihatnya di halaman peran keluarga dalam pendidikan. Kali ini saya akan membahas tentang bagaimana pendidikan moral anak Indonesia.
Fenomena hancurnya moral bangsa
Miris jika melihat kehancuran mental generasi kita sampai saat ini. Maraknya angka freesex atau seks bebas di kalangan remaja, maraknya penggunaan obat-obatan terlarang, seringnya terjadi bentrokan antar warga, antar pelajar, mahasiswa dengan aparat, dan lainnya yang biasanya hanya karena hal sepele. Semakin banyaknya juga kasus korupsi yang terungkap ke permukaan menunjukan degradasi moral tidak hanya terjadi di kalangan masyarakat biasa, sampai pada para pejabat yang seharusnya menjadi pengayom dan teladan bagi warganya. Saya merasa sangat sedih karena tidak bisa melakukan apapun untuk menhadapi situasi ini. Apakah generasi kita berada pada ambang kehancuran? Ataukah kita belum mampu memberikan pendidikan moral dengan baik kepada anak-anak kita?
Salah satu cara menurut hemat saya adalah melalui pemberian sejak dini akan arti pentingnya pendidikan moral, perbaikan sosial dan kemajuan peradaban bangsa yang menjunjung tinggi integritas nilai dan kemanusiaan bagi generasi Indonesia. Harapan dari pendidikan karakter yang berbasis moral ini dapat terciptanya keseimbangan antara pengetahuan dan moral anak-anak. Tugas dalam membentuk model pendidikan ini tidak hanya menjadi tanggung jawab keluarga tetapi pihak lembaga sekolah formal seperti sekolah, lingkungan bermain anak sampai pada pemerintah bersangkutan.
Pendidikan Moral Anak Indonesia
Salah satu wujud pendidikan moral dapat kita terapkan melalui pentransferan nilai-nilai budaya sejak dini. Salah satu cara yang cukup efektif meningat masa-masa keemasan seorang anak yaitu sejak usia 0-8 tahun. Nilai-nilai budaya ini seperti saling memaafkan, tidak sombong, bertanggung jawab, tolong menolong, tenggang rasa, toleransi, rendah hati, pemaaf, dan sebagainya. Kita mengharapkan tertanamnya nilai-nilai budaya tersbeut pada diri tiap anak, terbentuk karakter yang baik, sesuai apa yang berlaku pada masyarakat kita.
Kalau seorang anak mampu bersikap baik, lingkungan sosial budaya juga menunjang, yakin dan percaya anak itu akan menjadi orang baik. Nah untuk lingkungan yang baik adalah tugas kita bersama. Mengingat arus telekomunikasi sangat besar peranannya dalam mempengaruhi pola pikir anak-anak sekarang ini. Setiap anak sudah dengan mudah dan cepat mengakses banyak informasi, tak terkecuali informasi negatif.
Di usia yang masih kecil, seorang anak belum dapat membedakan mengenai informasi yang unsurnya berbau positif maupun negatif. Mereka hanya dapat melihat, mendengar dan menyaksikan hal-hal yang sebenarnya menyimpang dari norma dan adat istiadat budaya kita. Sebut saja seperti mudahnya mengakses video atau hal-hal yang berunsur pornografi dapat mereka akses dengan mudah, cepat dan di mana saja.
Sulitnya Mendidik Moral Anak
Akses kriminalitas yang terjadi di manapun dan kapapun saja mereka dapat melihatnya. Berbagai adegan prilaku yang tidak senonoh misalnya juga dapat diakses dengan cepat seperti kasus perselingkuhan , pembunuhan dan pecurian. Hal ini dapat tertanam dan tidak sedikit yang menjadi ajang percontohan bagi mereka. Perhatian pendidikan moral terhadap anak sepatutnya harus kita galakkan sedini mungkin.
Sebenarnya tugas yang paling penting dan utama berasal dari peran keluarga yang telah saya paparkan pada artikel sebelumnya. Anda dapat mengaksesnya di peran keluarga dalam pendidikan. Bahkan ada yang bilang “kalau ingin tahu kepribadian seseorang maka yang paling mirip kepribadiannya adalah orangtuanya”. Salah satu hal yang dapat orang tua lakukan adalah dengan mengikut sertakan anak dalam kegitan kursus online. Alih-alih hanya menggunakan internet hanya sebatas akses hiburan semata.
Selain faktor biologis (gen) yang terwariskan kepada mereka yang berpengaruh terhadap sikap dan kepribadiananya, berbagai nilai-nilai kepribadian yang kita ajarkan sejak kecil pertama kali berasal dari orangtua. Contoh, seorang anak dalam masyarakat Bugis diajarkan nilai kesopanan dalam berperilaku. Pada saat berjalan, tidak boleh melangkahi orang yang lebih tua dan menjulurkan tangan kanannya ke bawah sambil berjalan. Mereka harus mengatakan tabe’ yang artinya permisi. Perilaku ini terdengar simple tapi sudah menjadi kebiasaan sejak dulu kala (turun-temurun).
Selain itu, ada pula kata yang menandakan setuju dan bernilai sopan, yaitu kata iye’. Kedua kata ini telah tertransfer dari nenek-moyang terdahulu sebagai warisan budaya dan menjadi bagian dari hidup mereka. Bahkan jika mereka melanggarnya, maka mendapatkan sanksi sosial seperti menganggap orang itu tidak sopan, orang akan menganggap mereka sudah meninggalkan adat istiadat.
Sumber gambar: kompasiana.com